Kamis, 29 Desember 2011

untuk semua Ukhti...........................!

Kriiiing, kriiiiing,kriiiiing , pak pos lewat tepat di depan sekumpulan akhwat yang sedang LIQO’ ( ngaji ),
tiba-tiba pak pos menghampiri mereka“assalamu’alaikum” 
“waa’alikumussalam” jawab akhwat serempak “afwan, ukhti… ini ada surat untuk mujahidah” kata pak pos “ooooh… syukron pak”
“ya.. afwan” jawab pak pos singkat, sesingkat beliau mampir ke tempat itu “assalamu’alaikum” pamit pak pos “wa’alaikum salam” jawab jilbaber serempaktak sabaran merekapun membuka surat yang baru saja di terimanya bereweeeek, sebuah amplop berwarna pink di sobek, lalu seorang murobbiyah pun membacanya, dan mutarobbbiyah khusyu mendengarkannya “ assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh “ seuntai kata dari surat itu mulai di baca
“wa’alaikum salam warahmatullahi wabaraktuhu” jawab jilbaber lagi-lagi kompak
“ukhti… yang di nantikan syurga “ satu persatu murobbiyah mulai mengalirkan kata-kata surat yang di bacanya

Minggu, 25 Desember 2011

Kekasih idaman (Khusus buat para pencari istri !!!) Di susun oleh Abu Abdilmuhsin


Di susun oleh Abu Abdilmuhsin

Muqoddimah

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ{

}يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً{

}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً{

أَمَّا بَعْدُ،

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ r وَإِنَّ شَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Istri yang bisa membahagiakan suami merupakan idaman, dambaan, dan impian setiap lelaki. Oleh karena itu mencari calon istri bukanlah perkara yang sepele, bahkan ia merupakan perkara yang sakral yang hendaknya setiap lelaki berusaha sebisa mungkin untuk meraih calon istri yang terbaik. Barangsiapa yang salah melangkah tatkala memilih calon istri maka ia akan menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam, bagaimana tidak?? istri adalah teman hidup untuk waktu yang bukan hanya sebentar, tetapi bertahun-tahun…, bahkan bisa sebagai teman hidupnya hingga akhir hayatnya…?. Bayangkanlah…, seandainya istri yang menemani perjalanan hidupnya adalah wanita yang baik yang selalu membahagikan hatinya, yang menyejukkan mata jika dipandang…, oh… sungguh nikmat perjalanan hidupnya itu. Namun bayangkanlah seandainya yang terjadi adalah sebaliknya??,

Bayangkanlah jika teman perjalanan hidup anda adalah seorang wanita yang selalu membuat hati anda jengkel, selalu menghabiskan harta anda, selalu melanggar perintah anda, selalu dan selalu…, sungguh perjalanan hidup yang sangat buruk sekali.

Karenanya wajar jika kita dapati sebagian para bujangan bagitu berhati-hati dalam mencari belahan jiwanya??, sampai-sampai kita dapati ada yang bertahun-tahun mencari informasi untuk mencari istri yang ideal, persyaratan yang bertumpuk dipasangnya demi mendapatkan calon yang ideal, namun….akhirnya iapun tak mampu mendapatkan wanita sesuai dengan persyaratan (kriteria) yang telah dicanangkannya??, akhirnya persyaratan yang dipasangnyapun harus ia gugurkan satu-demi satu hingga ia bisa mendapatkan istri.

Pintu mencari istri ini ternyata bukan hanya terbuka bagi para bujangan, namun ia terbuka lebar juga bagi para suami yang masih beristri satu atau beristri dua, atau bahkan yang beristri tiga. Bahkan bisa jadi sebagian mereka yang lebih bersemangat dibandingkan para pemuda yang masih setia membujang !!?

Seseorang yang telah beristri biasanya lebih mudah dalam menentukan istri yang ideal karena ia telah banyak memakan garam dengan istri lamanya, ia lebih mengenal seluk beluk kehidupan wanita, intinya ia lebih mengetahui medan yang akan dihadapinya sehingga petualangannya mencari istri baru lebih mudah dijalaninya. Berbeda dengan orang yang masih bujang, yang belum mengenal medan yang akan ditempuhnya, ia hanya mengandalkan instingnya. Terkadang ia berhasil memperoleh istri idamannya dan tidak jarang iapun terperosok dalam jebakan sehingga akhirnya ia mendapatkan istri yang selalu menggelisahkan hatinya. Terkadang informasi yang ia dapatkan tentang calon istrinya tidak sesuai dengan kenyataan…., apalagi sebagian para bujangan terlalu terburu-buru ingin cepat menikah (walaupun terkadang niatnya baik agar tidak terjatuh dalam kemasiatan), namun sifat terburu-buru ini terkadang membawa kemudhorotan baginya karena ia tidak mencari informasi tentang sifat-sifat calon istrinya dengan baik akhirnya iapun tertipu.

Berkata Syaikh Abdulmuhsin Al-Qosim, “Sifat-sifat batin wanita dan akhlaknya tidak nampak hakikatnya kecuali setelah menikah. Betapa banyak wanita yang dipuji akan sifat-sifatnya kemudian di kemudian hari ternyata sifat-sifatnya malah sebaliknya”

Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan sedikit penjelasan para ulama tentang kriteria-kriteria istri idaman menurut ajaran Islam, yang tentunya jika seseorang berhasil mendapatkan istri yang sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut maka insya Allah ia akan menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan. Dan bagi para petualang pencari istri bisa memasang persyaratan (kriteria) calon yang diharapkannya dengan persyaratan-persyaratan yang wajar dan masuk akal, selain itu ia bisa menimbang manakah diantara keriteria-kriteria tersebut yang tetap harus ada dan manakah yang masih bisa digugurkan mengingat sikon. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Taat beragama dan berakhlak baik

Begitu banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan wanita shalihah, diantaranya:

عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله r قال مَنْ رَزَقَهُ اللهُُ امرأةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي

Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang Allah memberikan rizki kepadanya berupa istri syang shalihah berarti Allah telah menolongnya melaksanakan setengah agamanya, maka hendaknya ia beratkwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) setengah agamanya yang tersisa”

Dari Abu Hurairah dari Nabi r bersabda,

 تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”

Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam memahami hadits ini.

Pendapat pertama, hadits ini menunjukan akan disunnahkannya seseorang mencari istri dengan memperhatikan empat perkara tersebut (harta, kedudukan (martabat), kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar

Sabda Rasulullah r “karena hartanya” karena jika sang wanita kaya maka ia tidak akan menuntut suaminya untuk melakukan hal-hal yang tidak dimampuinya, dan ia juga tidak memberatkan suaminya dalam nafkah keluarga dan yang lainnya”

Pendapat kedua, hadits ini hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa yang mendorong mereka menikah ada empat perkara. Dan yang disunnahkah hanyalah menikah karena mencari wanita yang baik agamanya sebagaimana sabda Nabi r dalam hadits tersebut “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya”. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi. Beliau berkata, “Yang benar tentang makna hadits ini adalah Nabi r mengabarkan tentang kenyataan yang biasanya terjadi di masyarakat, (mereka tatkala ingin menikah) dalam rangka mencari empat perkara ini, dan (biasanya) yang menjadi pilihan yang terakhir adalah wanita yang beragama, maka hendaknya engkau yang ingin mencari istri, dapatkanlah wanita yang baik agamanya. Bukan maksud hadits ini bahwasanya Nabi r memerintahkan kita untuk mencari empat perkara ini”

Namun menikah karena tiga perkara yang lainnya (harta, martabat, dan kecantikan) hukumnya boleh, akan tetapi tidaklah dikatakan bahwasanya hal itu sunnah jika hanya bersandar dengan hadits ini. Al-Qurthubi berkata, “Makna dari hadits ini adalah empat perkara tersebut merupakan pendorong seorang pria menikahi seorang wanita, hadits ini adalah kabar tentang kenyataan yang terjadi, dan bukanlah makna hadits bahwasanya Nabi r memerintahkan untuk mencari empat perkara tersebut, bahkan dzohir hadits ini menunjukan bolehnya menikah dengan tujuan salah satu dari empat perkara tersebut, namun tujuan mencari yang baik agamanya lebih utama”

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini menunjukan tidak mengapa bagi seseorang untuk menikahi wanita dengan motifasi keempat perkara ini. Sebab Nabi r tatkala menyebutkan kenyataan yang ada di masyarakat bahwasanya mayoritas para lelaki yang menikahi para wanita motifasi mereka adalah salah satu dari keempat perkara ini, Nabi r tidak mengingkari hal ini, hanya saja Nabi r menganjurkan untuk mencari wanita yang beragama baik.

Syaikh Sholeh Fauzan –Hafdzohullah- menjelaskan bahwasanya hendaknya seseorang memilih wanita yang taat beragama karena wanita yang taat beragama tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan. Hal ini berbeda dengan wanita yang berharta, atau yang berpamor tinggi, atau yang cantik karena mereka terkadang bisa mendatangkan kemudhorotan. Seperi wanita yang berharta, harta wanita tersebut bisa jadi menjadikan sang lelaki atau sang wanita lalai dan akhirnya menimbulkan hubungan suami istri yang jelek, demikian juga wanita berkasta tinggi atau memiliki pamor dihadapan masyarakat terkadang bisa menimbulkan akibat yang buruk seperti sang wanita tersebut merasa tinggi dan sok dihadapan sang lelaki, demikian juga kecantikan bisa menimbulkan kemudhorotan bagi sang lelaki. Berbeda dengan wanita yang sholihah, ia akan mendatangkan kemaslahatan”

Demikianlah Islam menjadikan akhlak yang baik dan taat beragama merupakan timbangan utama untuk memilih seorang istri, namun hal ini tidaklah berarti Islam tidak memperhatikan faktor-faktor lain seperti kecantikan, kecerdasan, keperawanan, dan martabat. Akan tetapi Islam menegaskan dan mengingatkan bahwa hendaknya akhlak yang baik dan sifat taat beragama merupakana faktor dan timbangan utama dalam memilih istri. Adapun jika berkumpul faktor-faktor yang lain bersama faktor agama maka sungguh indah hal ini. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dan jika terkumpul bersama dengan sifat taat beragama faktor kecantikan, harta, dan martabat, maka inilah cahaya di atas cahaya…”

2. Cantik dan sejuk dipandang

Tabi’at dan naluri manusia mendambakan dan merindukan kecantikan, jika ia tidak memperoleh kecantikan maka seakan-akan ada sesuatu yang kurang yang ingin diraihnya. Dan jika ia telah meraih kecantikan tersebut maka seakan-akan hatinya telah tenang dan seakan-akan kebahagian telah merasuk dalam jiwanya. Oleh karena itu Syari’at tidak melalaikan kecantikan sebagai faktor penting dalam memilih istri. Dan diantara bukti yang menunjukan pentingnya faktor yang satu ini, bahwasanya kecintaan dan kedekatan serta kasih sayang akan semakin terjalin jika faktor ini telah terpenuhi.

Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah bahwasanya beliau melamar seorang wanita maka Nabi rpun berkata kepadanya

اُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَْن يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا

Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan diantara kalian berdua

Oleh karenanya disunnahkan bagi seseorang untuk mencari wanita yang cantik jelita.

Berkata Ibnu Qudamah, “Hendaknya ia memilih wanita yang cantik jelita agar hatinya lebih tentram serta ia bisa lebih menundukkan pandangannya dan kecintaannya (mawaddah) kepadanya akan semakin sempurna, oleh karena itu disyari’atkan nadzor (melihat calon istri) sebelum dinikahi. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari Rasulullah r bahwasanya beliau bersabda, إِنَّمَا النِّسَاءُ لُعَبٌ فَإِذَا اتَّخَذَ أَحَدُكُمْ لُعْبَةً فَلْيَسْتَحْسِنْهَا “Para wanita itu ibarat mainan, maka jika salah seorang dari kalian hendak memiliki sebuah mainan maka hendaknya ia memilih mainan yang baik (yang cantik)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Terkadang seseorang termasuk golongan para pendamba kecantikan maka ia tidak bisa menjaga kemaluannya kecuali jika menikahi wanita yang cantik jelita”

Berkata Al-Munawi, “Jika pernikahan disebabkan dorongan kecantikan maka pernikahan ini akan lebih langgeng dibandingkan jika yang mendorong pernikahan tersebut adalah harta sang wanita, karena kecantikan adalah sifat yang senantiasa ada pada sang wanita adapun kekayaan adalah sifat yang bisa hilang dari sang wanita”

Peringatan 1

Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang ingin mengkhitbah (melamar) seorang wanita maka hendaknya yang pertama kali ia tanyakan adalah kecantikannya, jika dipuji kecantikannya maka ia bertanya tentang agamanya. Jika kecantikannya tidak dipuji maka ia menolak wanita tersebut bukan karena agamanya namun karena kecantikannya”

Perkataan Imam Ahmad ini menunjukan akan tingginya fiqh dan pemahaman beliau karena jika yang pertama kali ditanyakan oleh seseorang tentang sang wanita adalah agamanya lalu dikabarkan kepadanya bahwa sang wanita adalah wanita yang shalihah, kemudian tatkala ia memandangnya ternyata sang wanita bukan merupakan seleranya, lantas iapun tidak menikahi wanita tersebut, maka berarti ia telah meninggalkan wanita tersebut padahal setelah ia mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang shalihah.. Jika demikian maka ia telah termasuk dalam celaan Rasulullah r “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”

Peringatan 2

Kecantikan adalah hal yang relatif, terkadang seorang wanita sangatlah cantik di mata seseorang namun menurut orang lain tidaklah demikian, oleh karena itu disyari’atkan bagi seseorang yang hendak menikah untuk melihat calon istrinya sehingga bisa diketahui wanita tersebut cantik atau tidak, dan hendaknya janganlah ia hanya mencukupkan dengan informasi yang masuk kepadanya tentang kecantikan sang wanita tersebut tanpa memandangnya secara langsung.

Allah berfirman

فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء (النساء : 3 )

“Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi…” (QS 4:3)

Berkata Syaikh As-Sa’di, “Ayat ini menunjukan bahwasanya seyogyanya seseorang yang hendak menikah untuk memilih (wanita yang disenanginya), bahkan syari’at telah membolehkan untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya agar ia berada di atas ilmu tentang wanita yang akan dinikahinya”

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain. Terkadang seseorang –misalnya- melihat seorang wanita dalam suatu kondisi tertentu bukan pada kondisi sang wanita yang biasanya. Terkadang seseorang dalam kondisi gembira dan yang semisalnya maka ia mengalami kondisi tersendiri. Demikian juga tatkala ia sedang sedih maka ia memiliki kondisi yang tersendiri. Kemudian juga terkadang seorang wanita tatkala mengetahui bahwa ia akan dinadzor maka iapun menghiasi dirinya dengan banyak hiasan-hiasan, sehingga tatkala seorang lelaki memandangnya maka ia menyangka bahwa wanita tersebut sangat cantik jelita, padahal hakekatnya tidaklah demikian”

Namun jika memang seseorang tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita secara langsung maka disunnahkan baginya untuk mewakilkan nadzornya kepada wanita yang dipercayainya.

Berkata As-Shon’aanii, “Dan jika tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita (secara lagsung) maka disunnahkan untuk mengutus seorang wanita yang dipercaya untuk melihat wanita tersebut kemudian mengabarkan kepadanya sifat-sifat wanita tersebut”

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ r أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَبَعَثَ امْرَأَةً لِتَنْظُرَ إِلَيْهَا فَقَالَ شُمِّي عَوَارِضَهَا وَانْظُرِي إِلَى عُرْقُوْبَيْهَا

Dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi r ingin menikahi seorang wanita maka beliau rpun mengutus Ummu Salamah untuk melihat wanita tersebut seraya berkata, ((Ciumlah (bau) gigi ‘aridhnya (yaitu gigi-gigi yang terletak antara gigi seri dan gigi geraham) dan lihatlah ‘uqrubnya (‘uqrub adalah bagian belakan mata kaki yang terletak antara betis dan mifsolnya kaki)))

Peringatan 3 (Syarat bolehnya melihat calon istri)

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, ((Syarat untuk boleh melihat calon istri ada enam :

1. Tidak berkholwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.

Karena sang wanita masih merupakan wanita ajnabiah bagi sang lelaki. Dan wanita ajnabiah tidak boleh berkholwat dengan seorang lelaki karena Nabi r bersabda

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ

Dan janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahromnya

Dan larangan ini menunjukan akan haramnya hal ini.

Rasulullah r juga bersabda

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ

Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali syaitan adalah orang ketiga diantara mereka berdua

Hadits ini menunjukan bahwa pengharamannya yang ditekankan

Jika memungkinkan baginya untuk menadzor sang wanita melalui kesepakatan dengan wali sang wanita yaitu sang wali ikut hadir bersamanya maka ia bisa melakukannya. Dan jika tidak memungkinkan maka boleh baginya untuk bersembunyi ditempat yang biasanya dilewati oleh sang wanita dan tempat-tempat yang semisalnya kemudian ia melihat kepada sang wanita tersebut.

2. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat karena nadzor (memandang) wanita ajnabiah karena syahwat diharamkan. Dan maksud dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya

3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.

Jika dikatakan bagaimana ia bisa tahu bahwa ia akan diterima oleh sang wanita (ada kemungkinan bahwa lamarannya diterima-pen)??.

Jawabannya bahwsanya Allah menjadikan manusia bertingkat-tingkat sebagaimana firmanNya

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ (الزخرف :

32 )

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. (QS. 43:32)

Jika salah seorang tukang sapu maju untuk melamar anak seoang mentri maka biasanya ia akan ditolak. Demikian juga seseorang yang telah tua dan tuli ingin maju melamar seorang gadis yang cantik maka ia tentunya memiliki persangkaan kuat bahwa ia akan ditolak.

4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak (terbuka) dari tubuh sang wanita.

Seperti wajah, leher, tangan, kaki, dan yang semisalnya. Adapun ia melihat bagian-bagian tubuh sang wanita yang biasanya tidak terbuka maka hal ini tidak diperbolehkan. Perkataan “yang biasanya (nampak dari diri seorang wanita)” terkait dengan ‘urf (adat) yang berlaku di zaman As-Salaf As-Sholeh bukan dengan adat sembarang orang. Karena kalau hal ini kita kembalikan kepada adat setiap orang maka perkaranya akan tidak teratur dan akan timbul banyak perselisihan. Akan tetapi maksudnya adalah apa yang biasanya terbuka pada diri sang wanita dihadapan mahromnya. Dan yang paling penting dalam hal ini adalah wajah.

Syaikh Utsaimin juga memboleh sang wanita untuk menampakkan rambutnya kepada sang lelaki yang hendak melamarnya.

Dan boleh juga sebaliknya bagi sang wanita untuk melihat kepada sang lelaki, melihat kepada wajahnya, kakinya, lehernya, dan rambutnya sebagaimana sang lelaki melihatnya, karena kedua belah pihak butuh untuk melihat pasangannya.

5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita (satu per satu) maka ia tidaklah diperbolehkan.

6. Hendaknya sang wanita yang dinadzornya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya. Karena bukanlah maksudnya sang lelaki ditarik hatinya untuk menjimaki sang wanita hingga sang wanita berpenampilan dan bermacak sebagaimana seorang wanita yang berhias di hadapan suaminya agar menarik suaminya untuk berjimak. Hal ini juga bisa menimbulkan fitnah, dan asalnya adalah haram karena ia masih merupakan wanita ajnabiah. Selain itu sikap sang wanita yang demikian ini dihadapan sang lelaki pelamar akan memberikan akibat buruk kepada sang lelaki, karena jika sang lelaki kemudian menikahinya lalu mendapatinya tidak sebagaimana tatkala ia menadzornya maka jadilah ia tidak tertarik lagi kepadanya, serta berubahlah penilaian sang lelaki kepadanya. Terutama bahwasanya syaitan menghiasi dan menjadikan wanita yang tidak halal bagi seorang lelaki  lebih canti dipandangan lelaki tersebut dibanding istrinya. Oleh karena itu engkau dapati –semoga Allah melindungi kita- sebagian orang istrinya sangat cantik jelita, kemudian ia melihat seorang wanita yang jelek namun wanita tersebut menjadikannya bernafsu, karena syaitan menghiasi sang wanita tersebut dipandangan sang lelaki karena wanita tersebut tidak halal baginya. Jika tergabung antara perbuatan syaitan ini dengan tingkah sang wanita yang juga berhias diri sehingga menambah kecantikannya dan keindahannya, lantas setelah pernikahan sang lelaki mendapati sang wanita tidak sebagaimana gambarannya maka akan timbul akibat yang buruk))

Boleh bagi sang lelaki untuk mengulang-ngulangi nadzor kepada sang wanita karena sabda Nabi r

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

Jika salah seorang dari kalian ingin melamar seorang wanita maka jika dia mampu untuk memandang pada wanita tersebut apa yang mendorongnya untuk menakahi sang wanita maka hendaknya ia lakukan

Jika pada nadzor yang pertama yang dilakukannya ia tidak mendapati pada diri wanita tersebut apa yang memotivasinya untuk menikahi sang wanita maka hendaknya ia menadzor lagi sang wanita untuk yang kedua kali dan yang ketiga kalinya.

Hukum berbicara dengan wanita yang akan dikhitbah??, atau dengan wanita yang sudah ia khitbah namun belum akad nikah??

Syaikh Utsaimin berkata, “Suara wanita bukanlah aurat berdasarkan nas Al-Qur’an. Allah berfirman kepada Ummahatul Mukminin para istri Nabi r

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ (الأحزاب : 32 )

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya (QS. 33:32)

Firman Allah ((Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara)) merupakan idzin (bagi wanita) untuk berbicara dengan lelaki, dan suara wanita boleh untuk didengar oleh lelaki akan tetapi tanpa menunduk-nundukan suara tatkala berbicara. Demikian juga para wanita di zaman Nabi r, seorang diantara mereka datang menemui Rasulullah r di majelis beliau r dan bertanya kepada beliau r dan para lelaki hadir tatkala itu. Maka tidak mengapa bagi seorang lelaki untuk mendengar suara seorang wanita. Akan tetapi sekarang permasalahannya apakah para lelaki yang mendengar suara wanita menikmati dan berledzat-ledzat mendengarkan suara wanita tersebut?. Maka yang bertanggung jawab adalah sang lelaki yang berledzat-ledzat mendengar suara wanita. Adapun suara wanita itu sendiri bukanlah aurat”

Demikian juga fatwa Syaikh Bin Baaz bahwa suara wanita bukanlah aurat.

Jika pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang akan dikhitbahnya adalah pembicaraan yang biasa sebagaimana jika sang lelaki berbicara dengan wanita yang lainnya, maka hal ini tidak mengapa. Dan ini merupakan pendapat Syaikh Bin Baaz dan dzohir dari perkataan Syaikh Al-Albani (sebagaimana akan datang), karena asalnya suara wanita bukanlah aurat.

Syaikh Bin Baaz berkata, “Boleh bagi seorang lelaki jika ingin mengkhitbah seorang wanita untuk berbicara dengan wanita yang akan dikhitbahnya tersebut, dan boleh untuk memandangnya dengan tanpa kholwat….dan memandang lebih parah daripada berbicara (padahal melihat wanita yang akan dikhitbah diperbolehkan maka bagaimana lagi dengan berbicara-pen). Maka jika pembicaraan dengan sang wanita tentang perkara-perkara yang berkaitan dengan pernikahan atau tempat tinggal, perjalanan hidup sang wanita hingga diketahui apakah sang wanita mengetahui ini dan itu, maka tidaklah mengapa jika sang lelaki ingin mengkhitbahnya. Adapun jika ia tidak ingin mengkhitbahnya maka tidak boleh baginya untuk berbicara dengannya. Namun selama ia ingin mengkhitbahnya maka tidak mengapa baginya untuk membahas dengan sang wanita perkara-perkara yang berkaitan dengan khitbah, tentang keinginannya menikahi sang wanita, dan sang wanita juga demikian tanpa adanya kholwat, akan tetapi dari jarak jauh (misalnya melalui telepon-pen) atau ditemani ayahnya atau saudara laki-lakinya atau ibunya dan yang semisalnya”

Syaikh Bin Baaz juga ditanya, “Apa hukum pembicaraan melalui telepon antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya, dan maksud dari pembicaraan ini adalah untuk (lebih) saling mengenal sebelum keduanya terikat dengan tali pernikahan..??”

Syaikh Bin Baaz Menjawab, “Kami tidak mengetahui adanya larangan pembicaraan antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya jika pembicaraan yang berlangsung terlepas dari perkara-perkara yang dilarang dan tidak mengantarkan kepada keburukan akan tetapi maksudnya adalah untuk saling mengenal (menjajaki), yang lelaki bertanya dan yang wanita juga bertanya. Hal ini tidak mengapa. Sang wanita bertanya tentang keadaan sang lelaki, pekerjaannya…, dan sang lelaki juga bertanya kepada sang wanita dengan pertanyaan-pertanyaan yang semisal dengan maksud untuk lebih mendapatkan keyakinan sebelum melanjutkan pada jenjang pernikahan, maka hal ini tidak mengapa. Adapun jika maksud dari pembicaraan adalah selain dari pada itu seperti untuk menikmati suara sang lelaki atau suara sang wanita atau membuat janji-janji yang akhirnya mengantarkan kepada perbuatan keji maka inilah yang tidak diperbolehkan. Maka yang wajib bagi mereka berdua adalah berbicara pada perkara-perkara yang memang diperlukan dalam urusan khitbah.. Adapun perkara-perkara yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah maka wajib untuk dijauhi”

Jika seorang lelaki kawatir dirinya tatkala berbicara dengan sang wanita melalui telepon bisa menimbulkan fitnah –atau ia berledzat-ledzatan dengan pembicaraan tersebut sehingga pembicaraannya melebar dan tidak ada kaitannya dengan proses khitbah- maka hendaknya dia tidak berbicara dengan sang wanita. Oleh karena itu Syaikh Ibnu Utsaimin pernah berkata, “Bolehkah bagi sang lelaki untuk berbicara dengan sang wanita (yang mau ia nadzor)?, jawabannya adalah tidak, karena pembicaraan lebih memotivasi syahwat dan rasa nikmat mendengar suaranya. Oleh karena itu Nabi r berkata, ((Hendaknya ia melihat kepadanya)), dan tidak berkata, ((Hendaknya ia mendengar suaranya))”

Terlebih lagi jika sang lelaki telah mengkhitbah sang wanita, maka biasanya mereka berdua merasa seakan-akan telah terangkat hijab yang membatasi mereka berdua, seakan-akan telah ada perasaan khusus yang mengalir di hati mereka berdua. Perasaan khusus inilah yang dimanfaatkan oleh syaitan untuk menggelincirkan mereka berdua, padahal sang wanita hukumnya adalah masih wanita ajanabiah bagi sang lelaki sebagaimana wanita-wanita yang lainnya. Oleh karena itu pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya biasanya lebih dikawtirkan lagi bahayanya.

Syaikh Al-Albani pernah ditanya, “Bolehkah aku berbicara dengan wanita yang telah aku khitbah (lamar) melalui telepon?”, maka beliau menjawab, “Tidak boleh selama engkau belum melaksanakan akad nikah dengannya”. Penanya berkata, “Meskipun aku meneleponnya dalam rangka untuk menasehatinya?”, Syaikh berkata, “Tidak boleh”

Penanya berkata, “Bolehkah aku -tatkala mengunjunginya- berbicara dengannya jika dia disertai mahromnya?”, Syaikh berkata, “Boleh, akan tetapi engkau hanya boleh berbicara dengannya sebagaimana engkau berbicara dengan wanita yang lain”

Hukum nadzor melalui foto?

Seorang penanya berkata kepada Syaikh Al-Albani, “Bolehkah aku memberikan fotoku kepada wanita yang telah aku khitbah jika ia menghendaki?”, Syaikh menjawab, “Hukumnya sama seperti jika engkau meminta fotonya, apakah boleh?”, sang penanya berkata, “Tidak boleh”. Syaikh berkata, “Jawabanku adalah tidak boleh”.

Peringatan 4

Sebagian salaf membenci untuk menikahi wanita yang terlalu cantik, berkata Al-Munawi, “…dan para salaf membenci wanita yang terlalu cantik karena hal ini menimbulkan sikap mentang-mentang (terlalu pede) pada wang wanita yang akhirnya mengantarkannya kepada sikap perendahan terhadap sang pria”

Ada sebuah hadits yang menunjukan larangan menikahi seorang wanita karena selain agamanya, dari Abdullah bin ‘Amr dari Nabi r beliau bersabda

لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وَانْكِحُوْهُنَّ لِلدِّيْنَ. وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi para wanita karena kecantikan mereka karena bisa jadi kecantikan mereka menjerumuskan mereka kedalam kebinasaan (karena akan menimbulkan sifat ujub dan takabbur pada mereka), dan janganlah kalian menikahi para wanita karena hartanya karena bisa jadi harta mereka menjadikan mereka berbuat hal-hal yang melampaui batas (menjatuhkan mereka kedalam kemaksiatan dan kejelekan), namun nikahilah para wanita karena agama mereka, sesungguhnya seorang budak wanita yang hitam dan terpotong sebagian hidungnya dan telinga yang berlubang namun agamanya baik itu lebih baik”

Namun hadits ini lemah, tidak bisa dijadikan hujjah.

7. Hendaknya wanita tersebut sangat penyayang dan subur (mudah beranak banyak)

عن مَعْقِل بن يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ r فَقَالَ "إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟"، قَالَ: "لاَ". ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: "تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Dari Ma’qil bin Yasar berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi r dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi r menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi r kedua kalinya dan Nabi r tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi r yang ketiga kalinya maka Nabi r berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain”

عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ r يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah r  memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat ”

Berkata As-Sindi mengomentari hadits ini “Perkataan pria tersebut ((namun ia tidak bisa punya anak)), seakan-akan ia mengetahui hal itu (wanita tersebut tidak bisa punya anak) karena wanita tersebut tidak lagi haid, atau wanita tersebut pernah menikah dengan seorang pria namun ia tidak melahirkan. ((Al-Wadud)) yaitu sangat menyayangi suaminya, yang dimaksud di sini adalah wanita perawan atau (sifat penyayang itu) diketahui dengan keadaan kerabatnya, demikian juga sifat mudah punya banyak anak pada seorang wanita perawan (diketahui dengan melihat kerabatnya-pen). Perlu mencari wanita yang sangat penyayang padahal yang dituntut adalah banyak anak –sebagaimana Keterangan Nabi r (untuk berbangga dengan jumlah pengikut dihadapan umat-umat yang lain)- karena rasa cinta dan sayang mengantarkan kepada banyaknya anak. ((Aku berbangga dengan kalian)) yaitu dihadapan para nabi yang lain sebagaimana dalam riwayat Ibnu Hibban”

Berkata As-Shaon’ani, “Hadits ini menunjukan bahwa bolehnya berbangga-banggaan pada hari akhirat, karena barangsiapa yang umatnya paling banyak berarti pahala yang diperolehnya juga paling banyak, karena ia memperoleh seperti pahala pengikutnya”

Berkata Syamsulhaq Al-‘Adzim Abadi, “Nabi r menyebutkan dua sifat ini karena wanita yang mudah beranak banyak jika tidak memiliki sifat penyayang maka sang suami tidak menyenanginya, dan sebaliknya jika penyayang namun tidak mudah beranak banyak maka tujuan yang diharapkan yaitu memperbanyak umat Islam dengan banyaknya kelahiran tidak terealisasikan”

Wanita yang mudah beranak banyak dan sangat penyayang kepada suaminya jika disertai dengan keshalihan maka ia termasuk penduduk surga. Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, ia berkata, Rasulullah r bersabda:

أَلآ أُخْبِرُكُمْ بِرِجالِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةْ ؟؟، النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَالصِّدِّيْقُ فِي الْجَنَّةِ وَالشَّهِيْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْلُوْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالرَّجُلُ يَزُوْرُ أَخَاهُ فِي نَاحِيَةِ الْمِصْرِ لاَ يَزُوْرُهُ إِلاَّ للهِ عَزَّ وَجَلَّ وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدَ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِي إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku kabarkan tentang para lelaki dari kalian yang masuk surga?, Nabi di surga, As-Siddiq di surga, orang yang mati syahid di surga, anak kecil yang meninggal di surga, orang yang mengunjungi saudaranya di ujung kota dan ia tidak mengunjunginya kecuali karena Allah. Dan istri-istri kalian yang akan masuk surga yaitu yang mudah beranak banyak lagi sangat penyayang kepada suaminya, serta yang selalu datang kembali yaitu jika suaminya marah maka iapun datang kembali kepada suaminya dan meletakkan tangannya di tangan suaminya dan berkata, “Aku tidak akan merasakan ketenganan hingga engkau ridha”

Peringatan

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, ((Sesungguhnya banyaknya umat merupakan kejayaan bagi umat tersebut. Waspadalah kalian terhadap perkataan para sekularisme yang berkata, “Banyaknya umat mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran”. Bahkan jumlah yang banyak merupakan kemuliaan yang Allah karuniakan kepada bani Israil sebagaimana dalam firmanNya,

وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً (الإسراء : 6 )

Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. (QS. 17:6)

Dan nabi Syu’aib mengingatkan kaumnya dengan karunia ini, beliau berkata

وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ (الأعراف : 86 )

Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. (QS. 7:86)

Maka banyaknya umat merupakan kejayaan, terutama jika bumi tempat mereka tinggal subur dan penuh dengan kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan untuk perindustrian. Banyaknya penduduk sama sekali bukanlah merupakan sebab kemiskinan dan pengangguran.

Namun yang sangat disayangkan sebagian orang sengaja memilih wanita yang untuk mandul, wanita yang seperti ini lebih disukai oleh mereka daripada wanita yang subur. Mereka berusaha agar istri-istri mereka tidak melahirkan kecuali setelah empat atau lima tahun setelah pernikahan, dan yang semisalnya. Ini merupakan kesalahan karena hal ini menyelisihi tujuan Nabi r. Terkadang mereka berkata, “Jika engkau merawat anak yang banyak maka engkau akan kesulitan”, maka kita katakan, “Jika kalian berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan menolong kalian”.

Mereka juga terkadang berkata, “Harta milik kami hanya sedikit”, maka kita katakan kepada mereka,

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)

Dan terkadang seseorang melihat bahwa resekinya dilapangkan jika ia memperoleh seorang anak. Seorang pedagang yang aku percayai pernah berkata, “Semenjak aku menikah Allah membukakan pintu rezeki bagiku. Tatkala aku kelahiran anakku si fulan maka dibukakan bagiku pintu rezeki yang lain”. Dan ini jelas diketahui bersama karena Allah berfirman

 وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)

Allah juga berfirman

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ (الأنعام : 151 )

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka (QS. 6:151)

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءاً كَبِيراً (الإسراء : 31 )

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. (QS. 17:31)

Allah juga berfirman

إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ (النور : 32 )

Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. (QS. 24:32)

Intinya bahwasanya pernyataan bahwa banyaknya anak merupakan sebab kemiskinan merupkan pernyataan yang keliru.

Mungkin ada seseorang yang berkata, “Saya lebih suka jika istri saya tetap tampil muda, karenanya saya tidak suka jika ia melahirkan”

Kita katakan, “Tujuan seperti ini tidak mengapa, akan tetapi melahirkan dan banyaknya anak lebih baik dari hal itu”…))

8. Disunnahkan menikahi wanita yang perawan, kecuali jika ada udzur

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ r تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا

Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, “Ayahku wafat (dalam riwayat yang lain, استشهد “Ayahku mati syahid”) dan meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak perempuan maka akupun menikahi seorang wanita janda, Rasulullah r berkata kepadaku, “Engkau telah menikah ya Jabir”, aku menjawab, “Iya”, ia berkata, “Gadis atau janda?”, aku menjawab, “Janda”, ia berkata, “Kenapa engkau tidak menikahi yang  masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa?” (dalam riwayat yang lain, فََأيْنَ أَنْتَ مِنَ الْعَذَارَى ولُِعَابِها “Dimana engkau dengan gadis perawan dan cumbuannya?” , aku katakan kepadanya, “Sesungguhnya (ayahku) Abdullah wafat dan ia meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka aku membawa bagi mereka seorang wanita yang masih gadis seperti mereka maka akupun menikahi wanita (janda) yang bisa mengurus mereka dan membimbing mereka”. Rasulullah r berkata, “Semoga Allah memberi barokah kepadamu” atau ia mengucapkan خَيْرًا “Baik jika demikian” . (Dalam riwayat yang lain Nabi r berkata, أَصَبْتَ “Tindakanmu benar”, dan dalam riwayat yang lain Jabir berkata, فَدَعَا لِي “Maka Nabi r mendoakan aku”)

An-Nawawi berkata, “Hadits ini menunjukan (sunnahnya) cumbuan lelaki pada istrinya dan bersikap lembut kepadanya, membuatnya tertawa serta bergaul dengannya dengan baik”

Gaids perawan lebih utama untuk dicari karena wanita janda bisa jadi hatinya masih terikat dengan suami sebelumnya sehingga cintanya kepada suami barunya tidak sepenuhnya (tidak sempurna), berbeda dengan gadis yang masih perawan”

Hal ini sebagaimana yang dipahami oleh Ummul mukminin Aisyah, ia berkata,

قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ لَوْ نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيْهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا وَوَجَدْتَ شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا فِي أَيِّهَا كُنْتَ تَرْتَعُ بَعِيْرَكَ؟ قَالَ ((فِي الَّتِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا))

تَعْنِي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  r  

لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا

“Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau pergi ke sebuah lembah dan di lembah tersebut terdapat sebuah pohon yang sebelumnya telah dimakan (oleh hewan gembalaan) dan engkau mendapatkan pohon yang lain yang sama sekali belum dimakan (oleh hewan gembalaan) maka pohon manakah yang akan engkau gembalakan ontamu?”, Rasulullah r berkata, “Pada pohon yang belum dimakan oleh hewan gembalaan” Maksud ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah r tidak menikahi seorang gadis perawanpun kecuali dia.

Ibnul Qoyyim berkata –tatkala beliau menjelaskan bahwa keperawanan merupakan salah satu kesempurnaan wanita-, “Allah telah menjadikan termasuk kesempurnaan para wanita surga -yaitu para bidadari- bahwasanya mereka sama sekali tidak pernah disentuh sebelumnya. Mereka hanya disentuh oleh penduduk surga yang para bidadari tersebut diciptakan untuk mereka”

Rasulullah r bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالْأبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ

"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih manis tutur katanya, lebih banyak keturunannya, dan lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)".

عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانَ بِمِنَى فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً، فَخَلَوَا فَقَالَ عُثْمَانُ هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ؟ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةً إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا عَلْقَمَةُ، فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُوْلُ أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ r يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Dari Alqomah ia berkata, “Aku bersama Abdullah (bin Mas’ud) lalu ia bertemu dengan Utsman di Mina, Utsmanpun berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdirrahman aku ada perlu denganmu” maka mereka berduapun menyendiri (berkhalwat). Utsman berkata, “Wahai Abu Abdirrahman apakah engkau ingin aku nikahkan dengan seorang gadis perawan yang bisa mengingatkan engkau pada masa lalumu (masa mudamu)?”. Tatkala Abdullah bin Mas’ud memandang bahwa ia tidak pingin menikah maka iapun memberi isyarat kepadaku lalu ia memanggilku ,”Ya Alqomah!”, akupun mendatanginya, (kemudian Utsman kembali menawarkan Ibnu Mas’ud untuk menikahi gadis perawan) , Ibnu Mas’ud berkata (kepada Utsman), “Jika engkau mengatakan demikian kepadaku maka sesungguhnya Nabi r telah mengatakan kepada kami “Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa karena puasa menjadi tameng baginya”

Berkata Ibnu Hajar, “Hadits ini menunjukan bahwa mencumbui istri yang masih muda (yang asalnya masih perawan sebagaimana yang Utsman tawarkan kepada Ibnu Mas’ud –pen) menambah kekuatan dan keaktifan, berbeda jika bercumbu dengan wanita yang sudah tua malah sebaliknya”

Peringatan 1

Hadits Jabir t dalam riwayat yang lain yang dikeluarkan oleh At-Thobroni bahwasanya Rasulullah berkata kepadanya, فَهَلاَّ بِكْرًا تُعُضُّهَا وَتَعُضُّكَ “Kenapa engkau tidak menikahi wanita perawan, engkau mengigitnya dan dia menggigitmu??”

Namun hadits ini lemah sebagaimana dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dho’iifah

Peringatan 2

Berkata Syaikh Utsaimin, “Akan tetapi terkadang seseorang memilih untuk menikahi seorang janda karena ada sebab-sebab tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir bin Abdillah. Ia memilih untuk menikahi seorang janda karena ayah beliau yaitu Abdullah bin Haroom mati syahid dalam perang Uhud dan meninggalkan anak-anak wanita yang membutuhkan seorang waita yang merawat mereka. Seandainya beliau menikah dengan seorang wanita perawan maka wanita tersebut tidak akan mempu untuk merawat mereka, maka beliau memilih menikahi seorang janda untuk merawat saudara-saudara wanita beliau. Oleh karena itu, tatkala Jabir menyampaikan hal ini kepada Nabi r maka Nabi rpun membenarkannya.  Maka jika seseorang memilih untuk menikahi seorang wanita janda karena ada kepentingan-kepentingan tertentu maka ini lebih baik.”

Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan kemuliaan Jabir yang mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan saudara-saudara wanitanya di atas kepentingan pribadinya”

9. Hendaknya sang wanita jauh dari kerabat lelaki, karena jika semakin jauh kekerabatan maka anaknya kelak semakin pintar.

Karena jika ia menikahi wanita dari kerabatnya maka bisa jadi suatu saat ia menceraikannya dan akhirnya terputus silaturrahmi dengan kerabatnya tersebut, padahal ia diperintahkan untuk menyambung silaturrahmi.

Berkata Ibnu Hajar, “Adapun pendapat sebagian penganut madzhab syafi’iah bahwasanya disunnahkan agar sang wanita (calon istri) bukan dari karib kerabat dekat. Maka jika landasan pendapat ini adalah hadits maka sama sekali tidak ada, dan jika landasannya kepada pengalaman yaitu kebanyakan anak dari pasangan suami istri yang dekat hubungan kekerabatan mereka berdua adalah anak yang bodoh, maka bisa dijadikan landasan (jika memang terbukti pengalaman tersebut)…”

Penulis Zaadul Mustaqni’ (dari madzhab Hanabilah) juga mengisyaratkan akan hal ini dengan perkataannya, “Disunnahkan menikahi…wanita yang taat beragama, ajanabiah (jauh dari kerabat), …”

Syaikh Bin Baaz mengomentari perkataan ini, “Ini adalah perkataan yang keliru, meskipun mereka mengatakan demikian…yang menjadi patokan dalam menikahi wanita yang masih ada hubungan kerabat adalah perkara-perkara yang dituntut kecuali ada penghalang syar’i yang melarang”

Berkata Syaikh Utsaimin, “Selama perkaranya tidak ada dalil syar’i yang wajib untuk diambil maka seseorang hendaknya menjejaki kemaslahatan-kemaslahatan (yang mungkin diperoleh) dalam hal ini”

Adapun hadits

لاَ تَنْكِحُوا الْقَرَابَةَ الْقَرِيْبَةَ فَإِنَّ الْوَلَدَ يُخْلَقُ ضَاوِيًا

“Janganlah kalian menikah dengan kerabat yang dekat (nasabnya) karena sang anak akan lahir dalam keadaan lemah”

Berkata Ibnu As-Solah mengomentari hadits ini, “Aku tidak menemukan bagi hadits ini asal yang bisa dijadikan pegangan”

10. Hendaknya wanita tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan dikenal dengan sifat qona’ah, karena rumah yang demikian biasanya merupakan tempat tumbuh wanita yang baik dan qona’ah.

Kondisi yang baik dari keluarga pihak wanita (mertua) cukup memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan akhlak sang wanita, dan bisa jadi merupkan tolak ukur akhlak seorang wanita. Wanita yang tumbuh di keluarga yang dikenal taat beragama maka biasanya iapun akan mewarisi sifat tersebut –meskipun hal ini bukanlah kelaziman-.

Mertua yang taat beragama biasanya memahami kondisi seorang suami sholeh dan pengertian terhadapnya. Kondisi seperti ini menjadikan sang suami mudah untuk berkomunikasi dengan mertua dan ringan baginya untuk mengutarakan unek-uneknya yang berkaitan dengan lika-liku kehidupan rumah tangganya. Jika keadaannya demikian maka sangatlah mendukung diraihnya kebahagiaan yang diharapkan sang suami. Betapa banyak permasalahan rumah tangga suami istri yang bisa terselesaikan karena campur tangan keluarga istrinya yang mengenal agama. Sebaliknya betapa banyak permasalahan suami istri yang timbul disebabkan karena campur tangan keluarga istri yang kurang mengenal agama, bahkan tidak jarang sampai pada tahapan perceraian.

Kemudian jika sang wanita meskipun merupakan wanita yang shalihah namun jika ia tumbuh di keluarga yang tidak dikenal dengan sifat qona’ah (nerima dan bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah walaupun sedikit) maka bisa jadi ia memiliki sifat yang royal dalam mengatur keuangan suaminya, dan ini adalah musibah tersendiri bagi suami.

Namun wanita yang shalihah yang tumbuh di keluarga yang qona’ah di zaman ini mungkin agak sulit dicari. Karenanya jika ia tidak menemukan wanita yang demikian sifatnya maka tidak mengapa ia memilih wanita yang shalihah meskipun ia berasal dari keluarga yang boros, karena bisa jadi wanita tersebut menyelisihi sifat keluarganya yang boros

Peringatan

Merupakan harapan semua pemuda jika mereka mendapatkan seorang wanita yang shalihah dan juga wali sang wanita (seperti ayahnya atau pamannya) yang juga sholeh. Namun merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh sebagian para pemuda adalah jika ia telah terpikat dengan salah seorang wanita yang sholihah, kemudian sang wanita juga telah terpikat dengannya, namun ternyata ayah sang wanita tidak setuju dan menolak lamaran sang lelaki dengan alasan yang tidak diterima oleh syari’at. Misalnya karena sang lelaki kurang kaya…, atau karena sang lelaki penampilannya terlalu fanatik…, dan alasan-alasan yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan apakah perwalian sang ayah berpindah kepada wali lain yang terdekat kepada sang wanita??

Marilah kita simak penjelasan Syaikh Utsaimin tatkala beliau ditanya dengan pertanyaan yang semisal ini.

Beliau ditanya, “Apakah perwalian seorang putri berpindah dari tangan ayah ke anak laki-lakinya (saudara laki-laki sang putri) jika sang ayah tidak serius memilihkan suami yang sholeh. Jika datang seseorang yang melamar sang putri maka sang ayah tidak memberi perhatian kepada orang tersebut dan tidak bertanya tentang orang tersebut, atau sang ayah menjelek-jelekan putrinya tersebut dihadapan sang pelamar agar mencegah putrinya untuk menikah.”

Syaikh Utsaimin berkata, ((Sesungguhnya wali seorang wanita baik ayah, atau saudara laki-laki, atau paman akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah pada hari kiamat. Wajib bagi sang wali untuk menunaikan amanah ini, maka jika ada seseorang yang taat beragama dan berakhlak mulia dan sang wanita ridho dengan pria tersebut maka wajib bagi sang wali untuk menikahinya. Tidak boleh sang wali mengakhirkan pernikahan sang wanita karena hal itu adalah menyelisihi amanah (yang diembankan Allah kepadanya-pen).Bahkan hal ini merupakan khianat. Allah berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ َاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. 8:27-28)

Maka wajib bagi seseorang -yang telah Allah jadikan dia sebagai wali seorang wanita- jika ada seorang lelaki yang taat beragama dan berakhlak mulia maju melamar sang wanita untuk segera menikahkannya jika sang wanita ridho dengan pria tersebut.

Hendaknya dia mengetahui bahwasanya wanita itu juga memiliki dan merasakan syahwat sebagaimana yang dirasakannya. Dan saya tidak tahu, jika ada seseorang melarangnya (melarang wali sang wanita) untuk menikah padahal dia adalah seorang pemuda yang memiliki syahwat, maka saya tidak tahu apakah ia akan menganggap orang yang melarangnya ini telah berbuat dzolim kepadanya atau tidak??. Saya yakin ia akan berkata, “Orang ini telah berbuat dzolim kepadaku”. Jika ia mengucapkan hal ini terhadap orang yang melarangnya untuk menikah maka bagaimana ia mensikapi wanita yang lemah ini yang tidak mampu untuk menikahkan dirinya sendiri (dengan melarangnya menikah)??. Dan tidak mungkin kerabat sang wanita yang lain menikahkan sang wanita padahal masih ada wali yang terdekat. Terlalu banyak wanita yang akhirnya mencapai usia tua dan tidak menikah disebabkan perbuatan para wali yang dzolim. Telah diceritakan kepadaku tentang seorang wanita muda yang ayahnya melarang para pelamar yang datang untuk menikahi wanita tersebut, maka akhirnya sang wanitapun sedih dan sakit. Hingga parah dan tatkala ia akan meninggal dan telah datang kepadanya sakaratul maut maka iapun berkata kepada para wanita yang ada disekitarnya, “Sampaikanlah salam kepada ayahku dan katakanlah kepadanya bahwa aku akan mempermasalahkan hal ini dihadapan Allah pada hari kiamat”. Yaitu dia akan menuntut ayahnya di hadapan Allah atas perbuatan ayahnya yang telah melarang para pelamar untuk menikahinya, dan bisa jadi sebab kematiannya adalah karena hal ini juga.

Karena itu kami katakan bahwa barangsiapa yang melarang seorang wanita (yang dibawah perwaliannya) untuk menikah dengan seorang lelaki yang sekufu’ dengannya dan telah diridhoi oleh sang wanita, maka boleh bagi sang wanita untuk menuntut hal ini kepada hakim. Dan wajib bagi hakim untuk memenuhi permintaan sang wanita untuk menikahkannya dengan lelaki yang telah diridhoinya. Bisa dengan mewakilkan pernikahan tersebut kepada wali sang wanita yang terdekat setelah wali yang melarang pernikahan sang wanita, atau  ia bertindak dengan tindakan yang menurutnya sesuai dengan syari’at.

Akan tetapi terkadang sang wanita tidak mampu untuk mengangkat permasalahannya ke hadapan hakim karena malu, atau karena takut menyelisihi adat yang berlaku, atau karena hal-hal yang semisalnya. Jika saat itu tidak ada yang tersisa kecuali kemarahan Allah yang sangat keras siksaannya. Maka hendaknya sang wali takut kepada Allah dan hendaknya ia bertakwa kepada Robnya.

Dan aku katakan sebagaimana perkataan para ulama –semoga Allah merahmati mereka- sesungguhnya seorang wali jika berulang-ulang menolak para pelamar yang datang maka ia menjadi seorang yang fasik, hilang ‘adalahnya dan tidak bisa menjalankan segala amalan yang disyaratkan ada ‘adalah dalam amal tersebut. Kemudian perwaliannya berpindah darinya kepada wali yang setelahnya.))

11. Hendaknya wanita tersebut cerdas

Berkata Ibnu Qudamah, “Hendaknya ia memilih wanita yang pandai dan menjauhi wanita yang bodoh (telat mikir) karena nikah itu tujuannya untuk tumbuh pergaulan dan kedekatan antara dua sejoli dan pergaulan itu tidak mantap jika dengan wanita yang bodoh, serta perjalanan hidup jadi kurang indah jika bersama dengan wanita yang bodoh. Bahkan bisa jadi kebodohan wanita itu menular ke anak-anaknya. Dikatakan اِجْتَنِبُوْا الْحَمْقَاءَ فَإِنَّ وَلَدَهَا ضَيَاعٌ وَصُحْبَتُهَا بَلاَءٌ Hindarilah wanita yang bodoh karena anaknya sia-sia dan bergaul dengannya adalah bencana”

12. Jika sang pria bernasab tinggi maka hendaknya ia mencari wanita yang nasabnya tinggi juga.

Berkata Ibnu Hajar, “Dan disunnahkan bagi pria yang berasal dari nasab yang tinggi untuk menikahi wanita yang bernasab yang tinggi pula, kecuali jika bertentangan antara wanita yang memiliki nasab yang tinggi namun tidak beragama baik dengan wanita yang tidak bernasab tinggi namun memiliki agama yang baik maka didahulukan wanita yang beragama, demikian juga pada seluruh sifat-sifat yang lain (jika bertentangan dengan agama yang baik maka didahulukan sifat ini)”

Setelah menelaah sifat-sifat di atas maka hendaknya seorang yang sedang berkelana mencari belahan jiwanya agar berusaha menerapkan sifat-sifat tersebut kepada calon istrinya sebelum ia melangkah lebih lanjut melamar sang wanita, semakin banyak sifat-sifat tersebut pada seorang wanita maka semakin baiklah wanita tersebut. Namun ingatlah bahwasanya mencari wanita yang bernilai sembilan koma lima yang memenuhi seluruh sifat-sifat tersebut adalah sesuatu yang sangat sulit sekali bahkan hampir-hampir merupakan perkara yang mustahil apalagi di zaman kita sekarang ini, namun bukan berarti tidak ada. Sungguh beruntung orang yang bisa menemukan bidadari dunia sebelum bertemu dengan bidadari akhirat. Yang sering kita jumpai adalah wanita yang memiliki sebagian sifat-sifat tersebut namun ia tidak memiliki sifat yang lain. Contohnya banyak wanita yang cantik namun ternyata tidak pintar, banyak yang wanita yang shalihah namun ternyata tidak cantik, ada wanita yang shalihah yang berakhlak mulia, cantik, kaya, sejuk jika dipandang, pintar, namun…mandul, dan demikianlah kebanyakan wanita dunia tidak bisa mengumpulkan sifat-sifat di atas seluruhnya. Namun perlu diingat tentunya setiap sifat-sifat tersebut tidak bernilai sama, sifat yang pertama yaitu keshalihan sang wanita memiliki porsi yang sangat tinggi dibandingkan sifat-sifat yang lainnya. Demikian pula kecantikan tentunya lebih diutamakan daripada nasab dan harta. Jika seseorang dihadapkan dengan pilihan antara wanita yang cantik namun kurang baik agamanya dengan wanita yang baik agamanya namun kurang cantik, maka siapakah yang dipilihnya??

Jika bertentangan sifat-sifat tersebut maka yang lebih diutamakan adalah wanita yang shalihah, sebagaimana dalam riwayat yang lain (dari hadits Jabir) Rasulullah r berkata kepadanya فََعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ “Wajib bagimu untuk memilih wanita yang shalihah”

Berkata Ibnu Hajar, “Sabda Nabi r “karena kecantikannya” merupakan dalil akan mustahabnya menikahi wanita yang jelita, kecuali jika berlawanan antara wanita yang cantik jelita namun tidak shalihah dengan wanita yang shalihah namun tidak cantik jelita (maka diutamakan yang shalihah meskipun tidak cantik). Jika keduanya sama dalam keshalihan maka yang cantik jelita lebih utama (untuk dinikahi)…”

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwasanya Rasulullah r bersabda,

 إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ  “Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah barang dan sebaik-baik barang adalah wanita yang shalihah”

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah r bersabda, إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ “Sesungguhnya dunia adalah mataa’ (barang) dan tidak ada barang di dunia ini yang lebih baik dari wanita yang shalihah”

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوْا فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أُعْلِمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيْرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ r وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ

Dari Tsauban, tatkala turun firman Allah tentang perak dan emas (yaitu firman Allah وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ ثُمَّ لاَ يُنْفِقُوْنَهَا... Adapun orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya…) (QS 9: 34), mereka (para sahabat) berkata, “Harta apa yang mestinya kita miliki?”, Umar berkata, “Aku akan mengabarkan kalian kepada kalian”, lalu beliau mempercepat ontanya hingga bertemu dengan Nabi r dan aku (Tsauban) menyusulnya. Umar berkata kepada Rasulullah r, “Wahai Rasulullah, harta apakah yang mestinya kita miliki?”, Rasulullah r menjawab, “Hendaknya yang kalian cari sebagai harta adalah hati yang salalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan istri yang shalihah yang membantu kalian untuk meraih akhirat”

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ  r  أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ ماَ اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتُْه وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَـتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Dari Abu Umamah bahwasanya Nabi r pernah bersabda, “Tidaklah seorang mukmin memperoleh sasuatu kebaikan –setelah memperoleh ketakwaan kepada Allah- melebihi istri yang shalihah, jika ia memerintahnya maka iapun taat, jika ia memandangnya maka menyenangkannya, jika ia bersumpah agar ia melakukan sesaatu maka ia melaksanakan sumpahnya, dan jika ia sedang tidak di rumah maka ia (sang istri) menjaga dirinya (untuk tidak melakukan hal-hal yang nista) dan menjaga hartanya (harta suaminya)”

Dan merupakan musibah jika seseorang tetap nekat memilih wanita yang cantik jelita padahal ia telah mengetahui bahwa wanita tersebut agamanya dan akhlaknya tidak baik.

Berkata At-Thibi, وَقُيِّدَ بِالصَّالِحَةِ إِيْذَانًا بِأَنَهَا شَرُّ الْمَتَاعِ لَوْ لَمْ تَكُنْ صَالِحَةً “Dikhususkan pada wanita yang shalihah sebagai pemberitahuan bahwa wanita adalah sejelek-jelek barang yang ada di dunia ini jika ia tidak shalihah”

Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh bahwasanya Rasulullah r bersabda

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ

“Empat perkara yang merupakan kebahagiaan istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak dinaiki, dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan adalah tetangga yang jelek, istri yang buruk akhlaknya, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak enak dinaiki”

Sesungguhnya wanita yang sholihah dialah yang akan menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan sesempurna mungkin baik kewajiban yang berkaitan dengan suaminya, anak-anaknya, keluarga suaminya, dan juga tetangganya. Dialah yang akan berusaha sekuat mungkin karena keimanannya untuk menjadikan engkau ridho kepadanya, karena itulah cita-cita dan tujuan hidupnya.

Dialah yang paham dengan sabda Nabi r

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”

Oleh karena itu wahai saudaraku janganlah engkau sampai terpedaya dengan keelokan tubuh, keranuman wajah, serta kata-kata manis…ketahuilah dan yakinlah bahwa wanita yang shalihah dialah yang memungkinkan untuk menjadikan rumahnya sebagai surga duniamu yang dipenuhi dengan kasih sayang dan kebahagiaan…

Peringatan

Berkata Syaikh Utsaimin, “Ada orang yang hatinya benar-benar terikat dengan kecantikan, tidak akan tentram hatinya jika dipilihkan baginya wanita yang sangat taat beragama namun kurang cantik. Maka apakah kita katakan hendaknya ia memaksa dirinya untuk memilih wanita tersebut meskipun hatinya tidak tentram dan tidak memilih wanita yang kurang taat namun cantik jelita??, ataukah kita katakan nikahilah wanita yang menentramkan hatimu (yang cantik jelita) yang penting ia tidak sampai derajat wanita yang fajir atau wanita yang fasiq??

Jawabannya, Yang lebih nampak (kebenarannya) adalah jawaban yang kedua kecuali jika wanita tersebut tidak taat dan fasiq serta fajir, karena wanita seperti ini tidak layak untuk ia nikahi”

Renungan

Hendaknya seseorang yang ingin mencari istri membenarkan niatnya, bahwa niatnya ingin menikah adalah bukan sekedar untuk bersenang-senang dengan wanita yang cantik namun niat utamanya adalah untuk beribadah dan menjaga dirinya agar tidak terjatuh pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dengan niat yang baik maka Allah akan memudahkannya mewujudkan apa yang ia harapkan. Rasulullah r bersabda,

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ

Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).

Allah berfirman,

﴿وَأَنْكِحُوْا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ﴾

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)

Semakin besar niat seseorang bahwa ia menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, untuk menerapkan sunnah-sunnah Nabi r maka pahala yang diperolehnya semakin besar, dan Allah akan semakin membantunya mencapai kebahagiaan. Perkaranya kembali kepada niat yang benar, seseorang bisa saja mengandalkan usaha yang ia lakukan, namun taufik hanyalah di tangan Allah, barangsiapa yang niatnya benar maka Allah akan memberi taufik kepadanya untuk memilih istri yang shalihah.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah r bersabda,

مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً بِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ ذُلاًّ وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ فَقْرًا وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ دَنَاءَةً وَمَنْ تَزَوَجَّ امْرَأَةً لَمْ يَتَزَوَّجْهَا إِلاَّ لِيَغُضَّ بَصَرَهُ أَوْ لِيَحْصُنَ فَرْجَهُ أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيْهَا وَبَارَكَ لَهَا فِيْهِ   

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena pamornya maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya kecuali kehinaan, barangsiapa yang menikahi wanita karena menginginkan hartanya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kemiskinan, barangsiapa yang menikahi wanita karena kedudukannya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kerndahan, dan barangsiapa yang menikahi wanita agar bisa menjaga pandangannya atau untuk menjaga kemaluannya atau untuk menyambung silaturrahmi maka Allah akan memberikan barokah baginya pada istrinya dan memberikan barokah bagi istrinya padanya”

Kisah menarik yang dialami oleh Muhaddits terkenal Sufyan bin ‘Uyainah semoga menjadi bahan renungan bagi para pencari istri.

قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى النيسابوري كُنْتُ عِنْدَ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَشْكُوْ إِلَيْكَ مِنْ فُلاَنَةٍ يَعْنِي امْرَأَتَهُ. أَنَا أَذَلُّ الأَشْيَاءِ عِنْدَهَا وَأَحْقَرُهَا فَأَطْرَقَ سُفْيَانُ مَلِيًّا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ لَعَلَّكَ رَغِبْتَ إِلَيْهَا لِتَزْدَادَ بِذَلِكَ عِزًا فَقَالَ نَعَمْ يَا أبَا مُحَمَّدٍ. فَقَالَ مَنْ ذَهَبَ إِلَى الْعِزِّ ابتُلِيَ بِالذُّلِّ وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى الْمَالِ ابْتُلِيَ باِلْفَقْرِ وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى الدِّيْنِ يَجْمَعُ اللهُ لَهُ الْعِزَّ وَالمْاَلَ مَعَ الدِّيْنِ

ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُهُ فَقَالَ كُنَّا إِخْوَةً أَرْبَعَةً مُحَمَّدٌ وَعِمْرَانُ وَإِبْرَاهِيْمُ وَأنَا، فَمُحَمَّدٌ أَكْبَرُنَا وَعِمْرَانُ أَصْغَرُنَا وَكُنْتُ أَوْسَطَهُمْ. فَلَمَّا أَرَادَ مُحَمَّدٌ أَنْ يَتَزَوَّجَ رَغِبَ فِي الْحَسَبِ فَتَزَوَّجَ مَنْ هِيَ أَكْبَرُ مِنْهُ حَسَبًا فَابْتَلاَهُ اللهُ بِالذُّلِّ وَعِمْرَانُ رَغِبَ فِي الْمَالِ فَتَزَوَّجَ مَنْ هِيَ أَكْبَرُ مَالاً مِنْهُ فَابْتَلاَهُ اللهُ بِالْفَقْرِ أَخَذُوْا مَا فِي يَدَيْهِ وَلَمْ يُعْطُوْهُ شَيْئًا فَنَقَّبْتُ فِي أَمْرِهِمَا فَقَدِمَ عَلَيْنَا مَعْمَرُ بْنُ رَاشِدٍ فَشَاوَرْتُهُ وَقَصَصْتُ عَلَيْهِ قِصَّةَ أَخَوَيَّ فَذَكَّرَنِي حَدِيْثَ يَحْيَى بْنِ جَعْدَة وَحَدِيْثَ عَائِشَةَ فَأَمَّا حَدِيْثُ يَحْيَى بْنِ جَعْدَةَ قَالَ النَّبِيُّ r تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى أَرْبَعٍ دِيْنِهَا وَحَسَبِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِها فَعَلَيْكَ بَذَاتِ الدَّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ، وَحَدِيْثُ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ  r قَالَ أَعْظَمُ النِّسَاءَ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ مُؤْنَةً.

فَاخْتَرْتُ لِنَفْسِي الدِّيْنَ وَتَخْفِيْفَ الظَّهْرِ اقْتِدَاءً بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ  r فَجَمَعَ اللهُ لِيَ الْعِزَّ وَالْمَالَ مَعَ الدِّيْنِ

Berkata Yahya bin Yahya An-Naisaburi ia berkata, “Aku duduk bersama Sufyan bin ‘Uyaiynah, lalu datanglah kepadanya seorang pria lalu berkata, “Wahai Abu Muhammad (kunyahnya aku mengeluh kepadamu tentang si fulanah (yaitu istrinya), aku adalah sesuatu yang paling rendah dan yang paling hina di mata istriku”. Sufyanpun menundukkan kepalanya sesaat kemudian ia mengangkat kepalanya seraya berkata, “Mungkin engkau dahulu menikah dengannya karena engkau ingin derajat dan martabatmu naik?”, pria itu berkata, “Benar wahai Abu Muhammad”. Sufyan berkata, “Barangsiapa yang (menikah) karena menginginkan martabat maka ia ditimpa dengan kerendahan dan kehinaan, barangsiapa yang menghendaki harta maka akan ditimpa dengan kemiskinan dan barangsiapa yang menghendaki agama maka Allah akan mengumpulkan mertabat dan harta bersama dengan agama”. Kemudian Sufyanpun bercerita kepadanya, ia berkata, “Kami empat bersaudara yaitu Muhammad, Imran, Ibrahim, dan saya. Muhammad adalah yang tertua diantara kami dan Imran adalah yang paling muda diantara kami, adapun aku adalah anak yang tengah. Tatkala Muhammad ingin menikah maka ia ingin mencari pamor dan martabat, lalu iapun menikahi wanita yang lebih tinggi martabatnya daripada dia, maka Allah menimpakan kepadanya kerendahan, Imran menghendaki harta lalu ia menikahi dengan wanita yang lebih kaya darinya maka Allah menimpakan kemiskinan kepadanya, mereka (keluarga istrinya) mengambil harta Imran dan mereka sama sekali tidak memberikan sesuatupun kepadanya. Akupun meneliti kejadian mereka berdua, lalu datang di negeri kami Ma’mar bin Rasyid lalu akupun bermusyawarah dengannya, aku ceritakan kepadanya tentang kejadian yang dialami oleh dua saudaraku lalu iapun mengingatkan aku pada suatu hadits Yahya bin Ja’dah dan hadits ‘Aisyah. Adapun hadits Yahya bin Ja’dah “Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”, dan hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah r bersabda, أََعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أيْسَرُهُنَّ مُؤْنَةً “Wanita yang paling banyak barokahnya adalah yang paling ringan maharnya”. Akupun memilih untuk diriku wanita yang baik agamanya dan yang ringan maharnya dalam rangka mngamalkan sunnah Nabi r maka Allahpun mengumpulkan bagiku martabat, harta dan agama.” ,

Doa merupakan senjata terampuh untuk memperoleh istri sholehah

Yang paling penting bagi seseorang yang hendak mengembara mencari pasangan hidup adalah ia berdoa kepada Allah, karena seperti kata pepatah “Manusia hanya bisa berusaha namun Allahlah yang menentukan, jodoh di tangan Allah”. Diantara doa-doa yang berkaitan dengan hal ini adalah doa yang telah sering dibaca yaitu, رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (Ya Tuhan kami berikanlah bagi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka)

Ali radhiallahu ‘anhu menafsirkan makna al-hasanah di dunia adalah wanita sholihah dan al-hasanah di akhirat adalah bidadari, adapun adzab neraka adalah wanita yang jelek agamanya.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab menafsirkan ayat tersebut, beliau berkata, الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ مِنَ الْحَسَنَاتِ “Wanita shalihah termasuk al-hasanah”

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

وَصَلَى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Kota Nabi r,  30 Maret 2005

Selesai muroja’ah kembali 3 April 2006

Daftar Pustaka

1. Subulus Salam karya As-Shon’ani, tahqiq Muhammad Abdulaziz Al-Khouli terbitan Dar Ihya At-Turots

2. Khutuwat ilas Sa’adah, karya Abdulmuhsin Al-Qosimi

3. Syarh Muntahal Irodaat, karya Al-Bahuti, terbitan ‘Alamul kutub

4. Aunul ma’bud karya Nuhammad Syamsulhaq Al-‘Adzim Abadi, Darul Kutub Ilmiah

5. Faidul Qodir, karya Abdurrouf Al-Munawi, terbitan Al-Maktabah At-Tijariah

6. Umadatul Qori karya Al-‘Aini, terbitan Dar Ihyaut Turots

7. Ad-Dur Al-Mantsur, karya Abdurrohman Jalalluddin As-Suyuthi, tahqiq DR Basyar ‘Awwad, terbitan Dar Al-Fikr

8. Hasyiah As-Sindi (syarh sunan Ibnu Majah) tahqiq Abu Guddah, terbitan Maktab Al-Matbu’aat

9. Kasyful Qina’ karya Mansur bin yunus bin Idris Al-Bahuti, tahqiq Hilal Musthofa Hilal, terbitan Darul Fikr

10. Tuhfatul Ahwadzi, karya Al-Mubarokfuri, terbitan Darul Kutub Ilmiah

11. Al-Mugni, karya Ibnu Qudamah, terbitan Darul Fikr

12. Tahdzibul Kamal karya Yusuf Abul Hajjaj Al-Mizzi, terbitan Muasasah Ar-Risalah

13. Al-Minhaj syarh shahih Muslim karya Imam An-Nawawi, Dar Ihyaut Turots Al-Arobi

14. Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqolani, Darul Ma’rifah

15. Fathul Wahhab, karya Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari Abu Yahya, terbitan Darul Kutub Ilmiyah

16. Lisanul Arab, karya Ibnu Mandzur, terbitan Dar Shodir

17. An-Nihayah fi goribil hadits, karya Ibnul Atsir, terbitan Darul Ma’rifah

18. Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusyd, tahkik Hasan Hallaq, terbitan Maktabah Ibnu Taimiyah

19. Asy-Syarhul Mumti’, karya Syaikh Muhammad Sholeh Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi

20. Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad, karya Ibnul Qoyyim, tahqiq Al-Arna’uth, terbitan Muassasah Ar-Risalah, cetakan ke 14

21. Tafsir As-Sa’di, Muassasah Ar-Risalah

22. At-Talkhis Al-Habir, Ibnu Hajar Al-Atsqolani, tahqiq As-Sayyid Abdullah Hasyim Al-Yamaani Al-Madani

23. Khulashotul Badr Al-Muniir, Ibnul Mulaqqin, tahqiq Hamdi Abdul Majid As-Salafi

24. Ahkaam Ar-Ru’yah ‘indal khithbah, DR Abdul Kariim bin Yusuf Al-Khudr, Daar Balansiah

Balasan Kesabaran




Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata: "Anak laki-laki Abu Thalhah dari Ummu Salamah meninggal dunia. Maka isterinya berkata kepada keluarganya, 'Jangan kalian beritakan kepada Abu Thalhah tentang kematiannya, sam-pai aku sendiri yang mengabarkannya!' Anas bin Malik berkata, 'Abu Thalhah datang dan dihidangkan kepadanya makan malam, maka ia pun makan dan minum'. Anas ber-kata, 'Sang isteri kemudian berdandan indah bahkan lebih indah dari waktu-waktu yang sebelumnya. Setelah dia merasa bahwa Abu Thalhah  telah kenyang dan puas dengan pelayanannya, sang isteri bertanya, 'Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu tentang suatu kaum yang memin-jamkan sesuatu kepada  sebuah keluarga, lalu mereka mengambil barang yang dipinjamkannya, apakah mereka berhak menolaknya?' Ia berkata, 'Tidak (berhak)!' 'Jika demikian, maka mintalah pahalanya kepada Allah tentang puteramu (yang telah diambilNya kembali)', kata sang isteri. Suaminya menyergah, 'Engkau biarkan aku, sehing-ga aku tidak mengetahui apa-apa, lalu engkau beritakan tentang (kematian) anakku?' Setelah itu, ia berangkat men-datangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia ce-ritakan apa yang telah terjadi. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Semoga Allah memberkahi kalian berdua tadi malam'. Anas berkata, 'Lalu isterinya mengandung dan melahirkan seorang anak. Kemudian Abu Thalhah berkata kepadaku, 'Bawalah dia kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam'. Lalu aku bawakan untuknya beberapa buah kurma. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mengambil anak itu seraya berkata, 'Apakah dia mem-bawa sesuatu?' Mereka berkata, 'Ya, beberapa buah kur-ma'. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mengam-bilnya dan mengunyahnya, lalu diambilnya dari mulutnya, kemudian diletakkannya di mulut bayi itu dan beliau meng-gosok-gosokkannya pada langit-langit mulut bayi itu, dan beliau menamainya Abdullah'." (HR. Al-Bukhari, 9/587 dalam Al-Aqiqah, Muslim no. 2144).

Dalam riwayat Al-Bukhari, Sufyan bin Uyainah berkata: "Seorang laki-laki dari sahabat Anshar berkata, 'Aku me-lihat mereka memiliki sembilan anak. Semuanya telah hafal Al-Qur'an, yakni dari anak-anak Abdullah, yang dilahirkan dari persetubuhan malam itu, yaitu malam wafatnya anak yang pertama, yaitu Abu Umair yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencandainya seraya berkata, 'Hai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan anak burung pipit?'

Dalam riwayat lain disebutkan: "Ia berkata, 'Maka isterinya pun hamil mengandung anaknya, lalu anak itu ia beri nama Abdullah, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang menjadikan dalam umatku orang yang memiliki kesabaran seperti kesabaran seorang wanita dari Bani Israil'. Kepada beliau ditanyakan, 'Bagaimana beritanya wahai Rasulullah?' Be-liau bersabda, 'Dalam Bani Israil terdapat wanita bersuami yang memiliki dua anak. Suaminya memerintahkannya menyediakan makanan untuk orang-orang yang ia undang. Para undangan berkumpul di rumahnya. Ketika itu kedua anaknya keluar untuk bermain, tiba-tiba mereka terjatuh ke dalam sumur dekat rumahnya. Sang isteri tidak hendak mengganggu suaminya bersama para tamunya, maka ke-duanya ia masukkan ke dalam rumah dan ditutupinya dengan pakaian. Ketika para undangan sudah pulang, sang suami masuk seraya bertanya, 'di mana anak-anakku?' Isterinya menjawab, 'Di dalam rumah'. Ia lalu mengenakan minyak wangi dan menawarkan diri kepada suaminya sehingga mereka melakukan jima'. Sang suami kembali bertanya, 'Di mana anak-anakku?' 'Di dalam rumah', jawab isterinya. Lalu sang ayah memanggil kedua anaknya. Tiba-tiba mereka keluar memenuhi panggilan. Sang isteri terperanjat, 'Subhanallah, Mahasuci Allah, demi Allah ke-duanya telah meninggal dunia, tetapi Allah menghidupkannya kembali sebagai balasan dari kesabaranku'."

BALASAN KEJUJURAN DAN AMANAH


 
Setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan memiliki akhlak yang baik serta sifat yang terpuji. Barang-siapa yang melakukan sifat-sifat tersebut, niscaya ia diberi balasan yang baik, di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa yang meninggalkan khianat dan menipu karena Allah dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, niscaya Allah mengganti hal tersebut dengan kebaikan yang banyak Abu Hurairah radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
"Ada seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari orang lain. Tiba-tiba orang yang membeli tanah perkebunan tersebut menemukan sebuah guci yang di dalamnya terdapat emas. Maka ia berkata kepada penjualnya, 'Ambillah emasmu dariku, sebab aku hanya membeli tanah perkebunan, tidak membeli emas!' Orang yang memiliki tanah itu pun menjawab, 'Aku menjual tanah itu berikut apa yang ada di dalamnya'. Lalu keduanya meminta keputusan hukum kepada orang lain. Orang itu berkata,'Apakah kalian berdua memiliki anak?' Salah seorang dari mereka berkata, 'Aku memiliki seorang anak laki-laki'. Yang lain berkata, 'Aku memiliki seorang puteri'. Orang itu lalu berkata, 'Nikahkanlah anak laki-laki(mu) dengan puteri(nya) dan nafkahkanlah kepada keduanya dari emas itu dan bersedekahlah kalian dari padanya!'." (HR. Al-Bukhari dalam Akhbar Bani Israil, dan Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwasanya beliau menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Israil yang meminta orang Bani Israil lainnya agar memberinya hutang sebesar 1000 dinar. Lalu orang yang menghutanginya berkata, 'Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan (hutangmu ini)'. Ia menjawab, 'Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!' Orang itu berkata, 'Datangkanlah seseorang yang menjamin(mu)!' Ia menjawab, 'Cukuplah Allah yang menjaminku!' Orang yang akan menghutanginya pun lalu berkata, 'Engkau benar!' Maka uang itu diberikan kepadanya  (untuk dibayar) pada waktu yang telah ditentukan. (Setelah lama) orang yang berhutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluannya. Lalu ia mencari kapal yang bisa mengantarnya karena hutangnya telah jatuh tempo, tetapi ia tidak mendapatkan kapal tersebut. Maka ia pun mengambil kayu yang kemudian ia lubangi, dan dimasukkannya uang 1000 dinar di dalamnya berikut surat kepada pemiliknya. Lalu ia meratakan dan memperbaiki letaknya. Selanjutnya ia menuju ke laut seraya berkata, 'Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepada si fulan sebanyak 1000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin, maka aku katakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela dengannya. Ia juga meminta kepadaku saksi, maka aku katakan, cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia pun rela dengannya. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal untuk mengirimkan kepadanya uang yang telah diberikannya kepadaku, tetapi aku tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ia kepadaMu'. Lalu ia melemparnya ke laut sehingga terapung-apung, lalu ia pulang.
Adapun orang yang memberi hutang itu, maka ia mencari kapal yang datang ke negerinya. Maka ia pun keluar rumah untuk melihat-lihat barangkali ada kapal yang membawa titipan uangnya. Tetapi tiba-tiba ia menemukan  kayu yang di dalamnya terdapat uang. Ia lalu mengambilnya sebagai kayu bakar untuk isterinya. Namun, ketika ia membelah kayu tersebut, ia mendapatkan uang  berikut sepucuk surat. Setelah itu, datanglah orang yang berhutang kepadanya. Ia membawa uang 1000 dinar seraya berkata, 'Demi Allah, aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai kepadamu dengan uangmu, tetapi aku sama sekali tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang!'. Orang yang menghutanginya berkata, 'Bukankah engkau telah mengirimkan uang itu dengan sesuatu?' Ia menjawab, 'Bukankah aku telah beritahukan kepadamu bahwa aku tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang?' Orang yang menghutanginya mengabarkan, 'Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang engkau kirimkan kepadaku melalui kayu. Karena itu bawalah uang 1000 dinarmu kembali dengan beruntung!' (HR. Al-Bukhari, 4/469, Kitabul Kafalah , dan Ahmad).
 

AGAMA ITU ADALAH NASEHAT



Ikhwani fiddin rahimani warahimakumullah….,
Sudah merupakan dambaan setiap kita dan harapan kita semua untuk bisa hidup dalam masyarakat yang islami. Alangkah indahnya hidup dalam komunitas kaum muslimin yg taat  yang tidak ada tujuan mereka melainkan untuk mewujudkan ubudiyah (pengabdian) kepada Allah serta menegakkan syari'at Allah. Alangkah ni'matnya jika kita dapati suatu masyarakat yang syiar2 Islam terpancar dalam akhlak dan prikehidupan mereka, dalam ibadah mereka dan muamalah sesama mereka.Tidak ada kebencian dan permusuhan di kalangan mereka. Mereka laksana bangunan yang satu dengan yang lain saling menyokong. Kemaslhatan agama mereka kedepankan dari segalanya. Kegembiraan mereka adalah apabila mereka bisa saling bahu membahu dalam kebaikan dan menghapus keburukan. Sungguh inilah masyarakat madani yang kita harapkan.
Ikhwani fiddin, 
Sebuah pertanyaan yang hendak  kami angkat pada khutbah ini adalah apakah pondasi penting dalam masyarakat madani itu? Apakah ketika terkumpulnya orang2 shalih dalam suatu masyarakat ini maka terwujudlah sudah masyarakat itu. Apakah pondasi ukhuwah islamiyah itu? Inilah pondasi yang sering kita lupakan dan tinggalkan. Pondasi itu tiada lain adalah saling memberi nasehat. Nasehat sering kita samakan dengan amar ma'ruf nahi mungkar padahal nasehat lebih umum karna artinya tidak hanya dalam perkara agama semata namun juga dalam masalah duniawi juga. Jika anda bertemu dengan seseorang yang sedang tersesat jalan dan kamu menunjukkannya maka itu adalah jg bentuk nasehat walaupun itu hanya perkara dunia. 
Rasulullah r bersabda : 
Agama itu adalah nasehat.
Beliau telah mendifinisikan (mengartikan) bahwa agama adalah nasehat.  Padahal tidaklah semua perkara dalam agama adalah nasehat. Di dalam agama ada shalat dan zakat, ada puasa dan haji dll. Sedangkan nasehat hanyalah bagian kecil dari agama. Ini menunjukkan begitu pentingnya nasehat itu dalam agama. Sebagaimana beliau pernah bersabda:
Haji itu adalah (wuquf) di Arafah. Bukanlah maksud beliau bahwa haji itu cuma wukuf di Arafah saja banyak amalan2 haji yang lain. Namun ini hanya menunjukkan akan penting wuquf dan kedudukannya dalam ibadah haji.
Beliau juga telah membaiat beberapa Sahabat beliau untuk selalu mendengarkan dan taat, mendirikan sholat, mengeluatkan zakat dan memberikan nasehat kepada setiap muslim. Beliau telah menjadikan (                   ) nasehat kepada setiap muslim sebagai bagian dari isi bai'at beliau bersanding dengan perintah2 penting lain.
Nasehat juga merupakan sebagai hak yang mesti ditunaikan kepada saudara muslim lain, dalam sabdanya: 
Hak muslim kepada muslim yang lain itu ada 6 diantaranya adalah                                                                            (                                       )jika dia meminta atau membutuhkan nasehat  maka nasehatilah..! (HR.Muslim). Persaudaraan yg indah itu hanya dlm Islam.Persaudaran hakiki itu adalah kepedulian yg tulus untuk kemaslahatan saudaranya, dia mengharapkan kebaikan selalu menghampiri saudaranya dan terhindar darinya malapetaka sekecil apapun sebagaimana dia juga mengharapkannya untuk dirinya sendiri. Tegur dan sapa, nasehat dan bimbingan, doa dan sokongan mengalir menjiwai roda kehidupan mereka.
Hadirin jama'ah Jum'at rah…,
Jika nasehat ditinggalkan maka kemungkaran dan kemaksiatan akan merajalela, jika diabaikankan maka simbol2 agama akan redup dan pudar berganti dengan kibaran bendera syetan dan hawa nafsu. Jika disepelekan orang2 shaleh akan melahirkan generasi bobrok yang sangat bertolak belakang dengan pendahulunya. Jika nasehat ditinggalkan masyarakat yang damai tidak akan bisa terwujud. 
Kita kadang mengira bahwa nasehat kepada saudara muslim adalah melanggar atau merampas hak pribadi orang lain . Mungkin kita  pernah menegur seseorang yang salah atau melakukan kemungkaran kemudian kita dimarahi orang tersebut dan dianggap bahwa kita telah mengganggu hak pribadinya.
Ikhwani fiddin…
Inilah pemahaman yang salah tentang hak pribadi dan kebebasan. Orang orang bodoh terutama orang yang suka mengadopsi pemikiran barat sering mengatas namakan hak pribadi dan kebebasan dalam kemungkaran dan kemaksiatan yg mereka lakukan. 
Padahal kmerdekaan yg sebenarnya apabila kita bisa membebaskan diri dari belenggu peribadatan kepada selain Allah, selamat dari belenggu hawa nafsu,syetan dan balatentaranya. Karenanya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Tidak ada orang yang bisa hidup tanpa belenggu ubudiyah. Bisa jadi dia hidup dalam ubudiyah kpd Allah atau jatuh pada perbudakan hawa nafsu, harta, jabatan atau lainnya. Jadi hendaknya kita sadar bahwa nasehat tidaklah merusak hak dan kebebasan.
Walaupun begitu nasehat itu tetap mesti memperhatikan keadaan orang diberi nasehat supaya nasehat itu berhasil dan diterima.
Menggunakan kata2 yang lembut, tidak kasar, dan tidak meremehkan dan  secara sembunyi2 untuk menjaga kehormatannya haruslah digunakan dan diperhatikan, karena jiwa secara thabi'i tidak suka dilecehkan dipermalukan apalagi di hadapan manusia walaupun dia salah.
Lihatlah bagaimana Nabi memberi nasehat kepada seorang yang telah melakukan kesalahan cukup fatal yaitu kencing di dalam mesjid. Ketika seorang arab badui datang ke mesjid kemudian dia kencing di dalamnya. Maka para sahabat yang melihatnya segera hendak memukulnya. Namun Nabi melarangnya dan membiarkannya sampai dia selesai dari kencing. Kemudian beliau memanggilnya dan menjelaskan tentang kehormatan masjid, apa saja yang dibolehkan dan apa yang dilarang kemudian memerintahkan mengambil segayung air untuk menyiramnya. Hingga orang badui itu paham bahkan dia sungguh gembira dengan nasehat Nabi tsb sampai dia berkata : Demi bapak dan ibuku tidak pernah aku mendapatkan seorang guru selama hidupku yang lebih baik darimu ya Rasulullah. Kemudian dia berdo'a:
Ya Allah curahkanlah rahmatMu kepadaku dan Muhammad saw dan janganlah kepada selain kami berdua. Dan Nabi pun tersenyum mendengar doa orang badui ini. 

Khutbah kedua:
Hadirin jamaah Jum'at arsyadaniyallah waiyyakum..,
Setelah kita menyadari pentingnya saling memberi nasehat dalam kebenaran baik dalam perkara dunia apalagi dalam perkara akhirat, maka tidak selayaknya sebagai seorang mukmin untuk menolak nasehat.
Jika kita salah atau lupa atau jahil maka nasehat itu laksana secangkir minuman segar yang disuguhkan ketika kita sedang kehausan. Tidak boleh kita menolaknya hanya karna nasehat itu berasal dari seorang anak kecil,atau orang yang lebih rendah status ekonomi atau sosialnya dari kita. Padahal kita membutuhkan nasehat. Firman Allah: 
Berilah peringatan (nasehat) karena dia bermanfaat bagi orang yang beriman.
Hanya orang2 yang beriman yang bisa mengambil manfaat dari sebuah nasehat. Selain mereka tidak… Tidak ada dosa yg lebih besar dari orang yg menolak kebenaran setelah kebenaran itu jelas dan nampak dihadapannya. mari kita berdoa semoga kita termasuk kelompok orang mendengarkan nasehat dan yang bisa mengikutinya. Amin Terakhir marilah kita renungi perkataan seorang sahabat mulia Umar bin Al Khatthoby dengan lantang dia berkata:  
Semoga Allah merahmati orang yang mau menunjukkanku jalan kebaikan.